Senin, 27 Februari 2017

Hari ke-5 APRESIASI KEMANDIRIAN

Agar-agar Kesukaan


Siang ini husna belajar membuat agar-agar. Sebenernya udah beberapa kali praktek dan bikin bareng-bareng agar-agar ini. Tapi karena ini salah satu makanan favorit anak-anak jadi tiap kali bikin mereka selalu pengen ikutan.

Cara bikin agar-agar itu kan simple dan gampang banget, tapi untuk takaran husna belum hafal. Jadi pas bagian preparing bunda yang kerjain. Husna bagian nyampur semua bahan, ngaduk-ngaduk, nyalain kompor, nunggu sampe mendidih dan lalu matiin kompornya. BundaAyang nuang ke adonan. Rais bagian makan nya,hehehehee...

Rais belajar makan agar-agar yang tekturnya agak susah diambil pake sendok. Beberapa kali berhasil tapi akhirnya dia makan pakai tangan dengan lahapnya. Sampai habis :D
Sayangnya Bun ga sempet foto karena tadinya mau dipercantik dulu dengan taburan coklat parut diatasnya.belum juga sempet difoto, itu agar-agar udah habis dimakan Rais dan tetehnya, husna begitu tau agar-agarnya udah dingin.

#hari5
#Level2
#KuliahBunSayIIP
#MelatihKemandirian

Minggu, 26 Februari 2017

Hari ke-4 APRESIASI KEMANDIRIAN

Tahu Bejek

Adonan Tahu bejek

Hari ke-4 udah mulai pada lancar nih latihannya. Udah mulai terbiasa.
Husna mulai enjoy dengan kerepotan bebikin dan beberes klo udah selesai belajar bikin makanan dan rais udah mulai terbiasa makan sendiri tanpa disuapi.

Jadi hari ini pas bunda ajak husna kedapur, husna semangat. Seperti biasa bunda tanyain dulu husna mau makan sama apa? Daan tetep favoritnya telor ceplok πŸ™ˆ *tepok kening
Terus bunda cek stok bahan, ada tahu dan telor. Supaya menunya ga ngebosenin, Jadilah kali ini husna belajar bikin telur bubuk yang dicampur telur. So simple but yummy . . . 😁

Saat bunda siapin bahan, bunda sambil kasih tau dan kasih arahan ke husna kalau suatu waktu husna laper dan ga ada lauk terus nemu tahu&telor dikulkas, husna bisa masak bahan-bahan itu sendiri dengan resep yang bunda kasih. Tentu kalau sekarang-sekarang masih dalam pengawasan ya masaknya, karena masih usia 6 tahun. Bunda masih worry 😁

Husna bantu hancurkan tahunya, terus pecahin telurnya lalu mencampur tahu dan telur. Ga lupa kasih garam. Husna juga semangat nyalain kompor, dan pas bagian masak, ngocek2, ngaduk2 adonan, husna minta bunda yang kerjakan. Baiklah . . . 

Daan masakan sudah siap disantap, lalu Rais dan husna pun makan dengan lahapnya. Husna bilang "mmm...masakan teteh enak ya bun" hihihii...
Dan ditiru Rais bilang kayak gitu,hihii... Rais juga semangat makan sendiri walau agak berantakan karena tahunya dia kucek-kucek seperti gaya bunda ketika ngaduk tahu bejek di katel πŸ˜πŸ˜‚

#hari4
#Level2
#KuliahBunSayIIP
#MelatihKemandirian

Sabtu, 25 Februari 2017

Hari ke-3 APRESIASI KEMANDIRIAN

Alpukat dari Nene


Latihan husna dan Rais hari ini, barengan dalam satu waktu. Rais belajar makan sendiri dengan makanan yang disiapkan tetehnya.

Alhamdulillah tadi malam dapet kiriman dari nene, 2 buah alpukat yang sudah matang. Husna suka sekali alpukat, jadi pagi-pagi begitu husna bangun tidur langsung request sarapannya alpukat yang dari nene.

Alpukatnya kali ini dirujak. Husna belajar membuat rujak alpukat mulai dari membelah, dikerok pake sendok, memberi gula+sedikit air, dan mencampurnya sampai hancur hingga alpukat siap dimakan.

Rais juga ikut ngerecokin, dan mereka berdua seneng banget. Selesai dibuat, rujaknya dibagi dua dan mereka makan bersama ditemani ayah.
Alhamdulillah rais makan sendiri sampai habis, sampai minta lagi alpukatnya padahal udah ga ada lagi πŸ˜‚πŸ˜‚

Makan siang dan makan malam, rais tetep belajar makan sendiri walau kadang ga mau diem kalau udah mulai kenyang. But alhamdulillah over all latihan hari ini berhasil.πŸ˜„πŸ˜„


#hari3
#Level2
#KuliahBunSayIIP
#MelatihKemandirian

Kamis, 23 Februari 2017

Membangun dan Mendidik Kemandirian pada Anak

🍯Cemilan Rabu #1🍯

Materi 2 : Melatih Kemandirian Anak

Membangun dan Mendidik Kemandirian pada Anak

Membangun dan mendidik kemandirian anak bukanlah pekerjaan yang mudah, terutama melatih anak mandiri ketika masih di usia dini. Secara alamiah anak sebenarnya cenderung untuk belajar memiliki kemandirian "Yes, I can!" Kata-kata ajaib ini merupakan sinyal dari kesadaran seorang anak terhadap diri dan kemampuannya sendiri untuk menentukan dirinya.

Orang tua yang bijaksana memanfaatkan keinginan akan kemandirian ini dengan membiarkan anak-anak mereka mempraktikkan keterampilan mereka yang baru muncul sesering mungkin pada lingkungan yang aman atau ramah anak. Dukungan orang tua yang seperti ini memang sangat dibutuhkan anak agar dapat melakukan berbagai hal secara mandiri, termasuk aktivitas yang masih relatif sulit.

Namun realita yang ada, orang tua terkadang merasa tidak tega, tidak bersabar, khawatir yang lahir karena bentuk rasa sayang yang berlebihan kepada anak.  Inilah salah satu penyebab dari kegagalan anak dalam proses kemandiriannya. Oleh karena itu, orang tua perlu memperbaiki sikap mental agar tidak mudah khawatir dengan anak.

Faktor lingkungan juga terkadang ikut andil dalam kegagalan proses kemandirian anak. Dorongan negatif dari lingkungan sekitar yang terkadang menganggap apa yang orang tua lakukan untuk melatih kemandirian anaknya sebagai bentuk eksploitasi. Padahal yang paling terpenting dan utama dalam membangun dan mendidik kemandirian anak adalah ketika anak merasa senang dalam melakukan aktivitas kemandiriannya tanpa ada rasa takut ataupun karena ada rasa tekanan dari luar.

Perlu diketahui bahwa kemandirian anak usia dini berbeda dengan kemandirian remaja ataupun orang dewasa. Jika pengertian mandiri untuk remaja dan orang dewasa adalah kemampuan seseorang untuk bertanggung jawab atas apa yang dilakukan tanpa membebani orang lain, sedangkan untuk anak usia dini adalah kemampuan yang disesuaikan perkembangan usianya.

Adapun jenis kemandirian anak yang perlu dibangun adalah sebagai berikut:

1. Kemandirian dalam Keterampilan Hidup

Prinsip pokok menumbuhkan kemandirian dalam keterampilan hidup adalah memberi kesempatan, bukan melatih. Anak secara alamiah memang cenderung berusaha belajar melakukan berbagai keterampilan hidup sehari-hari secara mandiri, semisal makan, mengenakan baju sendiri, mandiri sendiri, dsb.

Jika kita mengizinkan anak melakukan berbagai aktivitas hidup sehari-hari tersebut secara mandiri, lambat laun akan terampil. Yang kita perlukan hanyalah kesediaan mendampingi sehingga anak tidak melakukan terlalu banyak kesalahan, meskipun kita tetap harus menyadari bahwa untuk mencapai keterampilan perlu latihan yang banyak dengan berbagai kesalahannya.

Kemandirian itu akan lebih meningkat kualitasnya jika orangtua secara sengaja memberi rangsangan kepada anak berupa tantangan untuk mengerjakan yang lebih rumit dan sulit. Ini bukan saja melatih kemandirian dalam urusan keterampilan hidup sehari-hari, melainkan juga menumbuhkan kemandirian secara emosional.

2. Kemandirian Psikososial

Bertengkar itu tidak baik. Tetapi menghentikan pertengkaran begitu saja, menjadikan anak kehilangan kesempatan untuk belajar menyelesaikan konflik. Kita memang harus menengahi dan adakalanya menghentikan. Tetapi kita juga harus membantu anak menggali masalahnya, merunut sebabnya dan menawarkan jalan keluar kepada anak, baik dengan menunjukkan berbagai alternatif tindakan yang dapat diambil maupun menanyakan kepada anak tentang apa saja yang lebih baik untuk dilakukan.

Apa yang terjadi jika kita bertindak keras terhadap berbagai konflik yang terjadi antar anak? Banyak hal,  salah satunya anak tidak berani mengambil sikap yang berbeda dengan teman-temannya, meskipun dia tahu bahwa sikap itulah yang seharusnya dia ambil. Padahal kita seharusnya menanamkan pada diri anak sikap untuk mendahulukan prinsip daripada harmoni. Rukun itu penting, tapi hidup dengan berpegang pada prinsip yang benar itu jauh lebih penting. Kita tanamkan kepada mereka principles over harmony, melakukan hal-hal yang benar semata-mata karena prinsip. Bukan karena ada orang lain yang memaksa anak melakukannya.

Lalu apakah yang harus kita lakukan jika anak sedang bertengkar? Apakah kita biarkan mereka? Tidak. Kita tidak boleh membiarkan. Kita harus menangani. Membiarkan anak bertengkar dengan keyakinan mereka akan mampu menyelesaikan sendiri dapat memicu terjadi situasi submisif, yakni siapa kuat dia yang menang. Dan inilah yang sedang terjadi di negeri kita. Bahkan urusan antre pun, siapa yang kuat dia yang duluan. Dampaknya akan sangat luas dan bisa menakutkan.

Kita juga dapat melatih kemandirian psikososial anak secara lebih luas. Melatih toilet trainee beserta adab-adabnya. Melatihnya bagaimana adab ketika bertamu atau menerima tamu, adab berbicara kepada yang lebih tua atau yang lebih muda, dan lain sebagainya.

3. Kemandirian Belajar

Inilah proses serius kita hari ini. Banyak sekolah yang bersibuk mengajari anak agar terampil membaca, menulis semenjak usia dini, tapi lupa bahwa yang paling mendasar adalah sikap positif, kemauan yang kuat, dorongan dan kebanggaan akan kegiatan tersebut.

Jika anak memiliki kemauan yang kuat untuk belajar disertai keyakinan (bukan hanya paham) bahwa belajar itu penting, maka kita dapat berharap anak akan cenderung menjadi pembelajar mandiri saat mereka memasuki usia 10 tahun. Sebaliknya jika kita hanya mengajari mereka berbagai kecakapan belajar semisal membaca, menulis, dan berhitung di usia dini, mungkin awalnya mereka menggebu-gebu untuk mempelajari semua itu, namun di usia 10 tahun justru menjadi titik balik berupa kejenuhan serta keengganan belajar.

4. Kemandirian Emosional

Bekal pokok dari kemandirian emosional adalah pengenalan diri yang diikuti dengan penerimaan diri, kemudian pengendalian diri. Ini memerlukan peran orangtua dalam mengajak anak untuk mengenali kelebihan-kelebihan, kekurangan, kemampuan dan kelemahannya sendiri. Pada saat yang sama orangtua menunjukkan penerimaan terhadap kekurangan maupun kelemahan anak, tetapi bukan berarti membiarkan anak melemahkan dirinya sendiri. Malas dan enggan mengatasi masalah merupakan bentuk sikap melemahkan diri sendiri. Orangtua perlu menunjukkan bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Maka tak patut merendahkan orang lain, tak pantas pula meninggikan diri. Lebih-lebih untuk sesuatu yang diperoleh tanpa melakukan usaha apa pun alias sepenuhnya merupakan pemberian semenjak lahir.

Yang juga penting untuk dilakukan adalah mendampingi anak mengenali kebutuhannya. Balita pun tak perlu rewel jika ia telah dapat mengenali kebutuhannya untuk istirahat. Perlu juga mendampingi mereka untuk belajar membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan perlu dipenuhi, meski tak serta-merta. Sedangkan keinginan, adakalanya dapat dituruti, tetapi tetap perlu belajar menahan diri. Semua ini ditumbuhkan bersamaan dengan menguatkan dorongan sekaligus kemampuan bertanggung-jawab, termasuk berkait dengan konsekuensi atas berbagai tindakan mereka.

Salam Ibu Profesional,


/Tim Fasilitator Bunda Sayang/


πŸ“šSumber bacaan :

  • Muhammad Fauzil Adhim, Anak Perlu Belajar Mandiri, Majalah Hidayatullah edisi November 2014.
  • Ciri Anak Mandiri dan Tahapan Perkembangan Kemandirian, www.AlMaghribiCendekia.com, 2015
  • William Sears, M.D., Anak Cerdas: Peranan Orang Tua dalam Mewujudkannya, Emerald Publishing, Jakarta 2004

Materi Sesi #2 Kuliah Bunda Sayang - MELATIH KEMANDIRIAN ANAK

πŸ“† Senin, 20 Februari 2017
⌚ 20.00 - 21.00 WIB
🏑 Kelas Bunda Sayang Bandung #2
🎀 Diyah Amalia
πŸ“ Amilah Qisthie

Institut Ibu Profesional
Materi Bunda Sayang Sesi #2

MELATIH KEMANDIRIAN ANAK

Mengapa melatih kemandirian anak itu penting?

Kemandirian anak erat kaitannya dengan rasa percaya diri. Sehingga apabila kita ingin meningktkan rasa percaya diri anak, mulailah dari meningkatkan kemandirian dirinya.

Kemandirian erat kaitannya dengan jiwa merdeka. Karena anak yang mandiri tidak akan pernah bergantung pada orang lain. Jiwa seperti inilah yang kebanyakan dimiliki oleh para enterpreneur, sehingga untuk melatih enterpreneur sejak dini bukan dengan melatih proses jual belinya terlebih dahulu, melainkan melatih kemandiriannya.

Kemandirian membuat anak-anak lebih cepat selesai dengan dirinya, sehingga ia bisa berbuat banyak untuk orang lain.

Kapan kemandirian mulai dilatihkan ke anak-anak?

Sejak mereka sudah tidak masuk kategori bayi lagi, baik secara usia maupun secara mental. Secara usia seseorang dikatakan bayi apabila berusia 0-12 bulan, secara mental bisa jadi pola asuh kita membiarkan anak-anak untuk selalu dianggap bayi meski usianya sudah lebih dari 12 bulan.

Bayi usia 0-12 bulan kehidupannya masih sangat tergantung pada orang lain. Sehingga apabila kita madih selalu menolong anak-anak di usia 1 th ke atas, artinya anak-anak tersebut secara usia sudah tidak bayi lagi, tetapi secara mental kita mengkerdilkannya agar tetap menjadi bayi terus.

Apa saja tolok ukur kemandirian anak-anak?

☘Usia 1-3 tahun
Di tahap ini anak-anak berlatih mengontrol dirinya sendiri. Maka sudah saatnya kita melatih anak-anak untuk bisa setahap demi setahap meenyelesaikan urusan untuk dirinya sendiri.
Contoh :
✅Toilet Training
✅Makan sendiri
✅Berbicara jika memerlukan sesuatu

πŸ”‘Kunci Orangtua dalam melatih kemandirian anak-anak di usia 1-3 th  adalah sbb :

  • Membersamai anak-anak dalam proses latihan kemandirian, tidak membiarkannya berlatih sendiri.
  • Mau repot di 6 bulan pertama. Bersabar, karena biasanya 6 bulan pertama ini orangtua mengalami tantangan yang luar biasa.
  • Komitmen dan konsisten dengan aturan


Contoh:
Aturan berbicara :
Di rumah ini hanya yang berbicara baik-baik yang akan sukses mendapatkan apa yang diinginkannya.

Maka jangan pernah loloskan keinginan anak apabila mereka minta sesuatu dengan menangis dan teriak-teriak.

Aturan bermain:
Di rumah ini boleh bermain apa saja, dengan syarat kembalikan mainan yang sudaj tidak dipakai, baru ambil mainan yang lain.

Maka tempatkanlah mainan-mainan dalam tempat yang mudah di ambil anak, klasifikasikan sesuai kelompoknya. Kemudian ajarilah anak-anak, ambil mainan di tempat A, mainkan, kembalikan ke tempatnya, baru ambil mainan di tempat B. Latih terus menerus dan bermainlah bersama anak-anak, jadilah anak-anak yang menjalankan aturan tersebut, jangan berperan menjadi orangtua. Karena anak-anak akan lebih mudah mencontoh temannya. Andalah teman terbaik pertama untuknya.

☘Anak usia 3-5 th
Anak-anak di usia ini sedang menunjukkan inisiatif besar untuk melakukan kegiatan berdasarkan keinginannya
Contoh :
✅ Anak-anak lebih suka mencontoh perilaku orang dewasa.
✅Ingin melakukan semua kegiatan yang dilakukan oleh orang dewasa di sekitarnya

πŸ”‘Kunci Orangtua dalam melatih kemandirian anak di usia 3-5 th adalah sbb :

  • Hargai keinginan anak-anak
  • Jangan buru-buru memberikan pertolongan
  • Terima ketidaksempurnaan
  • Hargai proses, jangan permasalahkan hasil
  • Berbagi peran bersama anak
  • Lakukan dengan proses bermain bersama anak


Contoh :
✅Apabila kita setrika baju besar, berikanlah baju kecil-kecil ke anak.
✅Apabila anda memasak, ajarkanlah ke anak-anak masakan sederhana, sehingga ia sdh bisa menyediakan sarapan untuk dirinya sendiri secara bertahap.
✅Berikanlah peran dalam menyelesaikan kegiatannya, misal manager toilet, jendral sampah dll. Dan jangan pernah ditarget apapun, dan jangan diberikan sebagai tugas dari orangtus.Mereka senang mengerjakan pekerjaannya saja itu sudah sesuatu yang luar biasa.

☘Anak-anak usia sekolah
Apabila dari usia 1 tahun kita sudah menstimulus kemandirian anak, mka saat anak-anak memasuki usia sekolah, dia akan menjadi pembelajar mandiri. Sudah muncul internal motivation dari dalam dirinya tentang apa saja yang dia perlukan untuk dipelajari dalam kehidupan ini.

⛔Kesalahan fatal orangtua di usia ini adalah terlalu fokus di tugas-tugas sekolah anak, seperti PR sekolah,les pelajaran dll. Sehingga kemandirian anak justru kadang mengalami penurunan dibandingkan usia sebelumnya.

πŸ”‘Kunci orangtua dalam melatih kemandirian anak di usia sekolah

  • Jangan mudah iba dengan beban sekolah anak-anak sehingga semua tugas kemandirian justru dikerjakan oleh orangtuanya
  • Ijinkan anak menentukan tujuannya sendiri
  • Percayakan manajemen waktu yang sudah dibuat oleh anak-anak.
  • Kenalkan kesepakatan, konsekuensi dan resiko


Contoh :
✅Perbanyak membuat permainan yang dibuatnya sendiri ( DIY = Do It Yourself)
✅Dibuatkan kamar sendiri, karena anak-anak yang mahir mengelola kamar tidurnya, akan menjadi pijakan awal kesuksesan ia dalam mengelola rumahnya kelak ketika dewasa.

☘Ketrampilan-ketrampilan dasar yang harus dilatihakan untuk anak-anak usia sekolah ini adalah sbb:

  1. Menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya
  2. Ketrampilan Literasi
  3. Mengurus diri sendiri
  4. Berkomunikasi
  5. Melayani
  6. Menghasilkan makanan
  7. Perjalanan Mandiri
  8. Memakai teknologi
  9. Transaksi keuangan
  10. Berkarya


☘3Hal yang diperlukan secara mutlak di orangtua dalam melatih kemandirian anak adalah :

  1. Konsistensi
  2. Motivasi
  3. Teladan


Silakan tengok diri kita sendiri, apakah saat ini kita termasuk orangtua yang mandiri?

☘Dukungan-dukungan untuk melatih kemandirian anak

  1. Rumah harus didesain untuk anak-anak
  2. Membuat aturan bersama anak-anak
  3. Konsisten dalam melakukan aturan
  4. Kenalkan resiko pada anak
  5. Berikan tanggung jawab sesuai usia anak


Ingat, kita tidak akan selamanya bersama anak-anak.Maka melatih kemandirian itu adalah sebuah pilihan hidup bagi keluarga kita

Salam,


/Tim Fasilitator Bunda Sayang/

Sumber bacaan:

  • Institut Ibu Profesional, Bunda Sayang, antologi, gaza media, 2014
  • Septi Peni, Mendidik anak mandiri, pengalaman pribadi, wawancara
  • Aar Sumardiono, Ketrampilan dasar dalam mendidikan anak sukses dan bahagia, rumah inspirasi


Sesi tanya jawab:

❓Teh Tsara

1. Apabila anak diajarkan mandiri sejak bayi (<12 bulan) apakah akan ada kebutuhan psikologis anak yg tdk terpenuhi?

2. Kalau anak 1-3 tahun bicaranya blm jelas dan kita mau menerapkan aturan berbicara gmn, teh? Kl anak kesal krn minta sesuatu tp kita nggak ngerti kemudian dia nangis, apa yg hrs dilakukan?

3. Apakah ada indikator kapan kita bisa meningkatkan latihan kemandirian anak? Misalnya yg tdnya ikut membereskan mainan, kemudian hanya menemani, dst.

Jawab: ✅ Teh Tsara

1. Anak belajar mandiri secara bertahap sesuai dengan usianya. Ketika dalam tahap belajar sedikit demi sedikit itu, orang tua tetap menemani aktivitas yang dilakukan anak, sehingga anak tidak merasa dilepas sendirian. Pada saat belajar pun, ketika naik tingkat dan anak masih perlu dibantu, orang tua juga tetap membantu. Jadi kebutuhan psikologisnya tetap terpenuhi.

2. Mengajak anak untuk berbicara dengan jelas. Orang tua menjadi contoh berbicara yang benar bagi anak. Ajak anak untuk terus berlatih mengungkapkan keinginannya dengan berbicara yang benar dan praktek terus menerus. Jika anak menangis, tunggu sampai tenang. Setelah tenang dan nyaman, ajak anak untuk mengidentifikasi kebutuhannya dengan berbicara.

3. Semakin bertambah usia anak, maka level kemandiriannya meningkat sesuai dengan ketrampilan yang dimilikinya.

Keterampilan kita latihkan 1-1 secara bertahap. Misal anak 3 tahun, diajarkan urutan melipat, paham resiko menyetrika pakaian. Usia 4 tahun, diajarkan untuk lebih teliti menyetrika pakaian dan melipat lebih rapi.
Usia 5 tahun, diberi pakaian yg lebih sulit disetrika.
Usia 6 tahun, naik level lagi. Dst..
***

❓ Teh Nur Elah

Sudah 3 bulan lebih saya pindah k rumah ortu dikarenakan mereka sakit dan d rumah tdk ada siapa2 lg..
Nah yg jd permasalahan orang tua saya sll ikut campur dalam pola asuh anak saya, contoh ketika saya membiarkan anak saya (3YO) melakukan sesuatu(cuci piring, bantu masak, dll) ortu saya selalu melarang bahkan menyarankan agar saya tidak cuek pada anak, padahal niat saya beda toh cuci piringnya jg dibersamai. Kadang anak sybjuga jd bingung apa dia nurut ke neneknya atau k bundanya. Bagaimana cara mensiasati hal tersebut?
Jazakillah before teteh fasil 😊

Jawab: ✅Teh Nur Elah

Komunikasikan baik-baik dengan neneknya. Jika teh Nur sudah punya rancangan belajar mandiri untuk ananda, maka ceritakan pada nenek rencana-rencana tersebut dan ajak nenek untuk terlibat
***

❓ Teh Triana

Salah satu kunci orangtua dalam mengajarkan kemandirian pada anak 3 -5thn yaitu
Jangan buru-buru memberikan pertolongan
Nah pertanyaannya:
Bagaimana cara mengatasi permasalahan kakak (3,5th) yang suka brebutan dengan adiknya (22bln), biasanya adiknya yang mulai. Perselisihannya dibiarkan dulu sampai mereka mengatasinya sendiri? Tapi biasanya mereka akhirnya jadi pukul-pukulan dan nangis bersama2. Mohon pencerahannya
Terimakasih,

Jawab: ✅Teh Triana

Sampai batas yang tidak membahayakan, orang tua tetap menjadi pengamat. Namun, ketika anak-anak sudah mulai masuk ke tahap yang membahayakan diri dan saudaranya, orang tua bisa mulai membantu. Kemudian, latih anak untuk belajar mengendalikan dirinya, mengidentifikasi kebutuhannya, berbicara baik kepada saudaranya
***

❓Teh Nirmala Nisa

Jika anak sudah cukup mandiri pada usia 1-5th (lulus toilet training d usia 2th, makan, bicara kl meminta sesuatu, membuat roti bakar sendiri, mandi dan berpakaian sendiri, bilas setelah pup sendiri, bahkan di usia 5th anak sudah menyiapkan keperluannya sendiri saat akan bepergian atau menginap) tapi begitu memasuki usia sekolah kemandiriannya berkurang (sulit diminta merapikan mainannya dan censerung ingin dilayani saat bersama ibu). Anakpun tidak menunjukkan percaya diri yang baik di sekolah (TK) padahal saya dan anak sepakat tujuannya bersekolah adalah untuk mendapat banyak teman karena lingkungam rumah kami tidak memungkinkan.  Kira-kira kenapa ya bisa terjadi dan apa yang harus ibu lakukan?

Jawab: ✅Teh Nirmala Nisa

Teh Nirmala, coba sejenak evaluasi  lagi. Apakah proses yang telah dilalui ananda itu benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan ananda menikmatinya?

Belajar kemandirian itu perlu dikemas dengan cara yang menyenangkan, sehingga anak menikmati prosesnya dan menjadi kebiasaan baik dalam kehidupannya
***

❓Teh Sri

Bagaimana menumbuhkan kepercayaan diri anak (3tahun) yang sungkan berkomunikasi dengan orang lain. Seolah gak percaya sama orang lain.
*Orang lain di sini bukan hanya stranger tapi hampir tiap orang kecuali yang seatap dengannya.
Sudah diupayakan untuk dilibatkan dengan berbagai aktivitas orang tuanya di luar, lebih sering bertemu banyak orang.
Apa memang masanya seperti ini? Ada batasan toleransikah?

Jawab: ✅Teh Sri

Saya jadi ingat waktu usia anak pertama saya (laki-laki) 4 tahun. Kami sering mengajaknya beraktivitas di luar supaya dia mau kontak dengan banyak orang. Namun ternyata, anak saya ini tidak terlalu suka keadaan seperti itu. Akhirnya kami tetap mengajaknya beraktivitas di luar, tapi tidak terlalu menuntut dia untuk bisa nyaman dengan orang-orang luar. Nah ketika usianya sekitar 7 tahun, anak saya sudah nyaman dengan banyak orang, sudah mau kontak dengan orang-orang luar, bisa berkomunikasi baik dengan orang lain.

Jadi, ketika anak belum nyaman, tetap temani dia untuk menikmati prosesnya dan pada saat yang tepat, kita akan menikmati hasil dari proses tersebut
***

❓Teh Ratih

Teh, saya mau bertanya. Mana yang sebaiknya saya dahulukan, mengajarkan kemandirian kepada anak dalam hal makan sendiri atau boost berat badan (BB) nya dulu? Anak saya yg pertama,tergolong susah naik BB nya. Kalau disuapi, makannya lahap dan banyak. Kalau makan sendiri,yaa begitu,lamaa dan pada akhirnya hanya masuk beberapa suap. Kalau sudah begitu,saya jadi kesal&emosi πŸ˜†

Jawab: ✅ Teh Ratih

Perlu usaha ekstra pastinya dalam mendampingi anak untuk makan sendiri. Bisa dicoba untuk makan siang, adik belajar makan sendiri. Karena makan siang biasanya waktunya lebih luang. Kegiatan makan harus dibuat sesantai dan semenarik mungkin. Main peran di restoran. Atau diajak menyiapkan makanan  sama-sama. 6 bulan pertama pasti penuh perjuangan, dan penuh tantangan komunikasi produktif.
***

❓Teh Mira

Sy punya anak yg karaknya lumayan agak jauh. yg sulung kls 1smp 12thn, yg kcl kls 1sd 7thn. Adiknya perempuan lbh aktif membantu pekerjaan sy di rumah seperti menyapu, melap parabot dsb. Yg sulung laki2, dia sdh ada porsi tugasnya sendiri di rmh. Belakangan sy melihat si sulung selalu minta bantuan adiknya mengerjakan pekerjaan rumah yg sy berikan. Kalau ketauan sm sy, alasannya macam2. Bgmn cara sy mendisiplinkan si sulung ya...utk konsisten menjalankan bagian nya

Jawab: ✅ Teh Mira

Dibuat kesepakatan bersama mengenai pembagian pekerjaan rumah tangga beserta konsekuensinya. Kesepakatan ini harus dibuat bersama-sama. Jadi adik sudah tahu, mana tugas kakak. Dan kakak juga tahu konsekuensinya.
***

❓Teh Nenti

Boleh lebih dijelaskan lagi setiap point keterampilan yang harus dilatih untuk usia sekolah( usia 8-9 thn) sejauh mana?

Jawab: ✅ Teh Nenti

Keterampilan Untuk Anak Usia 8-9 tahun

Merapikan dan mengganti sprei tempat tidur
Menata kamarnya sendiri
Berkebun
Membersihkan kamar mandi
Menyiapkan bekal makan sendiri
Mencuci, Menyetrika dan Melipat Baju sendiri
Bisa mengatur waktu ketika ada jadwal aktivitas
Mendampingi adik pakai baju/makan
Membersihkan perabotan

Menyiapkan perlengkapan pribadi untuk bepergian/aktivitas sehari-hari.
Sumber: scholastic.inc

*Disesuaikan dengan level kemampuan anak saat ini
***

❓Teh Michelle

Mengenai berbicara jika memerlukan sesuatu
Anak saya (14m) selalu berbicara baik2 jika ingin meminta sesuatu,tantangan nya jika meminta 'sesuatu' nya yg saya batasi contoh minta kerupuk πŸ˜…
Saya sudah mencoba memberikan pengertian,mengalihkan dll tapi dia tetep mau sampai akhirnya menangis dan merengek,
Padahal awalnya dia sudah meminta baik2
Bagaimana ya cara mensiasati nya?
Terimakasih

Jawab: ✅ Teh Michelle

Ketika pertama kali diberikan, beri tahu "porsi" yg berhak ia dapat. Kemudian disimpan. Sesaat sebelum anak menghabiskan porsinya, siapkan aktivitas lain agar ia fokus pada aktivitas baru
***

Hari ke-2 APRESIASI KEMANDIRIAN

Day 2 - Menyiasati Bubur Ayam

Rais Saat Sarapan Bubur Ayam
Sarapan pagi kali ini Rais maunya sama bubur ayam yg deket sekolah tetehnya, husna. Terus maunya makan disana, sambil nunggu tetehnya pulang. Udah bunda coba tawarin menu sarapan lain tapi tetep maunya sama bubur ayam. Bunda mikir keras gimana caranya supaya Rais bisa makan bubur itu tanpa disuapi. Karena seperti diceritakan kemarin, bubur ayam ini kan panas. Kalau mau langsung hap musti ditunggu dingin dan lumayan lama. Sedangkan Rais terlihat sudah lapar,, kalau begini bunda khawatir tergoda untuk menyuapi supaya bisa cepat dimakan πŸ˜‚πŸ˜‚

Bismillah . . Bunda pesen bubur, lalu nyari tempat yang nyaman untuk Rais makan. Ada waktu sekitar 30 menit sampai tetehnya bubaran alias pulang sekolah. Ga lupa bunda sounding kalau kali ini rais makan sendiri, ga disuapi. Lalu bunda kocek seperlunya supaya bubur cepat dingin dan segera bisa rais makan. Rais bilang "aaa.." tanda minta disuapi, terus bunda kasih sendoknya yg udah bunda isi bubur yg dah anget dan bilang "ini dede mam sendiri ya"

Alhamdulillah rais mau ambil sendok itu, lalu "hap" suapan pertama masuk. Bunda semangat, cara itu lumayan berhasil sampai beberapa suap. Lalu ada anak-anak siswa sekolah situ yang heboh menarik perhatian rais bikin rais bengong lihat anak-anak itu dan konsentrasi makan rais terganggu 😭😭
Bunda coba panggil-panggil rais supaya makan dulu, raisnya bilang "aaa..." lagi, minta disuapi. duh . . . Beberapa kali bunda bilang "makan sendiri ya, ini sendoknya" tapi Rais mulai cuek, mungkin sudah mulai kenyang dan malah lihat anak-anak siswa itu tadi. Bunda tanya "makannya udah?" Rais mengangguk dan cuma ngemil kerupuk.

Ya udah deh, jadinya bubur ga habis dan bunda yang habiskan πŸ˜‚πŸ˜‚
Next musti ajak Rais makan di tempat yang ga ada gangguan biar doi bisa fokus dan konsentrasi sama proses makan. πŸ’ͺπŸ’ͺ

Day 2 - Telor Ceplok

Pulang sekolah, husna pengen mampir kerumah nene dulu dan pengen sarapan dirumah nene. Karena kalau pulang sekolah kita ngelewati rumah nene, jadi oke bunda setujui permintaannya. Pas banget dirumah nene belum ada menu sarapan dan husna mau sama telur ceplok aja, berikut masaknya dia mau coba masak disana. Oke, kegiatan belajar masak dan siapin sarapan sendiri pun dimulai ditemani bunda tentunya

Husna semangat banget mau pecahin telor kayak kemarin, sampai ketika telurnya masuk katel ternyata minyaknya sedikit nyiprat kena tangan husna dan kaki bunda. Sontak husna teriak dan nangis karena panas plus sakit. Abah yang diruang tamu dengar jeritan itu, malah menyalahkan bunda membiarkan husna masak didapur dan membuat husna tambah nangis karena denger abahnya mengatakan itu.  Tangisan husna semakin menjadi, bunda hampir saja terpancing emosi karena kesal sama abahnya husna yang bukannya menghibur husna malah memojokkan bunda. Untungnya bunda bisa menahan diri dan fokus pada p3k husna sembari memberi pengertian dan menenangkan husna.

Akhirnya bunda selesaikan goreng telur dan husna sarapan setelah nangisnya reda.
Sempet menyesal kenapa tadi ga langsung pulang ke rumah dan latihan kemandirian nya dirumah aja. But itu sudah terjadi, suatu pelajaran dan hikmah juga untuk lebih prepare kedepannya.

#hari2
#Level2
#KuliahBunSayIIP
#MelatihKemandirian

Rabu, 22 Februari 2017

Hari ke-1 APRESIASI KEMANDIRIAN

Bismillah . . .
Setelah membuat list kemampuan kemandirian yg ingin saya latihkan ke anak-anak. Berikut hari pertama dari program One Week One Skill untuk Rais (2,5thn) dan Husna (6thn)

Day 1 - Rais Belajar Makan Sendiri

Sebenarnya makan sendiri ini sudah saya coba ajarkan dari sejak dini, hanya saja saya belum konsisten dan belum sepenuhnya membiarkan Rais untuk makan sendiri. Masih tergoda untuk menyuapinya dan kurang sabar πŸ˜‚πŸ˜‚
Jadi di challenge ini sy ingin melatih kesabaran dan kesungguhan saya dalam melatih Rais untuk terbiasa makan sendiri.
Tadi pagi, saat sarapan Rais makan sendiri dengan Lahapnya
Pagi tadi setelah anter tetehnya ke sekolah, Rais memilih untuk sarapan kupat tahu. Pas banget sama niat saya untuk mulai membiasakannya makan tanpa disuapi. Karena kupat tahu ini dingin, beda sama bubur ayam yang panas dan ribet kalau dijadikan bahan untuk Rais belajar makan sendiri. 😁

Sebelum makan, saya sounding dulu kalau Rais makannya ga disuapi, dia semangat. Rais makan kerupuknya dulu.. nah bagian ini biasanya saya gemes dan ga sabar pengen suapi rais karena dia masih ngemil-ngemil kerupuk. Tapi kali ini saya menahan diri dan membiarkan rais memakan makanannya sesuai urutan dan maunya dia. Saya hanya bantu potong2 kupat, karena potongannya terlalu besar.

Lalu hap hap, suap demi suap Rais makan dengan lahap. Mungkin dia lapar 😁😁 dan alhamdulillah hampir habis. Moment sarapan rais lulus πŸ‘πŸ‘ dan dapet pujian apresiasi dan peluk cium dari bunda 😘😘

Kemudian saat makan siang, kami biasa makan bertiga. Jadi lebih semangat untuk mendorong rais untuk mau makan tanpa disuapi. Rais sempet request "makannya cuapin cama nda" katanya. Lalu saya bilang "yuk, makannya bareng2.. bunda makan, dede makan, teteh juga makan" dan alhamdulillah Rais mau juga makan sendiri walau terakhir malah mainin makanannya πŸ˜‚πŸ˜‚ ga lupa saya beri pujian apresiasi
Kali ini ga sempet fotoin krn bundanya juga lapeer,,jd makan aja.ehehehee...

Day 1 - Husna belajar Menghasilkan Makanan

Kali ini untuk program One Week one Skill nya husna adalah menghasilkan makanan. Karena kalau ditanya cita2 husna selalu jawab pengen jadi koki. Sedangkan saya sering membatasi keterlibatannya didapur πŸ˜‚πŸ˜‚ *selftoyor

Lagi-lagi challenge ini adalah untuk melatih kesabaran saya sebagai bundanya yang agak2 perfeksinis soal mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Padahal anaknya mah udah mau bantu-bantu dan ikut terlibat seperti menyetrika, mencuci piring, baju, masak, dll. 

So.. hari ini saya sadarkan diri dan mengendorkan perfeksionisnya saya, lalu memberi husna lebih banyak kesempatan untuk ikut dalam preparing masak-memasak. Pas husna menawarkan diri untuk bantu cuci beras, saya biarkan dia yg cuci walau jadinya lebih lama dari seharusnya. Husna nya semangat dan seneng bangett.. 

Terus pas makan siang, husna request makannya sama telor ceplok dan maunya dia yang mecahin telor ke katel. Oke, saya ijinkan dan kasih contoh dulu 1. Lanjutnya husna yang kerjain.. daan berhasil. Telurnya mendarat dengan baik di katel dengan bentuk mata sapi πŸ˜ƒπŸ˜ƒπŸ˜ƒ
Bagian ngebalik telurnya husna belum berani, jd saya yg kerjain. But its Ok. Next mudah-mudahan bisa.

Tadi ga sempet foto karena riweuh sama Rais yang juga pengen ikutan mecahin telor πŸ˜‚πŸ˜‚
Seruu ternyata. Lihat husna puas dengan keberhasilannya bikin telor mata sapi walau baru sampe tahap mecahin telur 😁 .
Alhamdulillah . . .

#Level2
#KuliahBunSayIIP
#MelatihKemandirian

Selasa, 21 Februari 2017

Review Tantangan 10 Hari KOMUNIKASI PRODUKTIF

Review Tantangan 10 Hari

Materi Bunda Sayang #1 :
Institut Ibu Profesional

KOMUNIKASI PRODUKTIF

Pertama, Kami ucapkan selamat kepada teman-teman yang telah melampaui tantangan 10 hari dalam berkomunikasi produktif, dinamika yang terpancar dalam tantangan 10 hari ini sungguh beragam. Mulai dari memperbincangkan hal teknis sampai dengan tantangan nyata komunikasi kita dengan diri sendiri, dengan pasangan dan dengan anak-anak. Mungkin beberapa diantara kita tidak menyadari pola komunikasi yang terjadi selama ini, tetapi setelah mengamati dan menuliskannya selama 10 hari berturut-turut dengan sadar, baru kita paham dimana titik permasalahan inti dari pola komunikasi keluarga kita.

πŸ“£πŸ“’ KOMUNIKASI DENGAN DIRI SENDIRI πŸ‘©


Dari “TANTANGAN 10 HARI” sebenarnya kita bisa melihat pola komunikasi dengan diri kita sendiri, bagaimana kita memaknai satu kalimat di atas. Limit yang kita tentukan bersama di tantangan ini adalah 10 hari, maka kita bisa melihat masuk kategori tahap manakah diri kita :

a. Tahap Anomi : Apabila diri kita belum memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator, belum mulai menulis tantangan 10 hari satupun, karena mungkin belum memahami makna dari sebuah konsistensi.

b.Tahap Heteronomi : Apabila diri kita sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator, tapi belum konsisten. Kadang menuliskannya, kadang juga tidak. Hal ini karena dipicu oleh pemahaman dan mendapatkan penguatan dari lingkungan terdekat yang membentuk opini dan persepsi sendiri.

c. Tahap Sosionomi : Apabila diri kita sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator, dan sudah mulai konsisten. Menjalankan tantangan tepat 10 hari. Hal ini karena dipicu sebuah kesadaran dan mendapat penguatan dari lingkungan terdekat.

d. Tahap Autonomi : Apabila diri kita terus menerus memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten, tidak  hanya berhenti pada tantangan 10 hari, anda terus melanjutkannya meski tidak ada yang menyuruh, tidak ada yang menilai. Berkomunikasi produktif sudah menjadi budaya dalam kehidupan anda.

“10 Hari” adalah Limit terendah kita, hal tersebut hanyalah sebuah tetapan untuk mempermudah tercapainya sebuah tujuan.

Maka komunikasi kita dengan diri sendiri harus bisa terus mengupgrade limit tersebut. Dari sekarang kita harus paham benar bahwa limit kita adalah unlimited. Tidak ada yang mampu membatasi kita kecuali diri kita sendiri. Dengan konsep tersebut maka tidak ada yang tidak mungkin. Tentukan limit anda setinggi mungkin untuk diraih dan selalu diperbarui.

Kuncinya adalah komunikasi produktif dengan diri sendiri.

"The greater danger of most of us is not that our aim is too high and we miss it, but it is too low and we reach it"
 – Bahaya besar bukan karena kita mempunyai target tapi tak mampu mencapainya. Akan jauh lebih berbahaya jika kita mempunyai target yang terlalu rendah dan kita berhasil mencapainyaMichael angelo

πŸ’‘πŸ‘« KOMUNIKASI DENGAN PASANGAN πŸ‘«πŸ’‘


Dalam prakteknya ternyata ini menjadi bagian yang sangat seru yang dihadapi oleh teman-teman semua. Karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola komunikasi anda dengan pasangan
yaitu :

a. Faktor Eksteropsikis ( Ego sebagai Orangtua)
Yaitu bagian dari kepribadian yg menunjukkan sifat-sifat orang tua, berisi perintah (harus & semestinya). Jika individu merasa dan bertingkah laku sebagaimana orang tuanya dahulu, maka dapat dikatakan bahwa individu tersebut dalam status ego orang tua. Status ego orang tua merupakan suatu kumpulan perasaan, sikap, pola-pola tingkah laku yang mirip dengan bagaimana orang tua individu merasa dan bertingkah laku terhadap dirinya..

contoh : Seperti tindakan menasihati orang lain, memberikan hiburan, menguatkan perasaan, memberikan pertimbangan, membantu, melindungi, mendorong untuk berbuat baik adalah sikap yang nurturing parent (NP).

Sebaliknya ada pula sikap orang tua yang suka menghardik, membentuk, menghukum, berprasangka, melarang, semuanya disebut dengan sikap yang critical parent (CP).

b. Faktor Arkeopsikis ( Ego sebagai anak-anak)
Yaitu bagian dari kepribadian yang menunjukkan ketidakstabilan, reaktif, humor, kreatif, serta inisiatif,masih dalam perkembangan, berubah-ubah, ingin tahu dan sebagainya. Status ego anak berisi perasaan, tingkah laku dan bagaimana berpikir ketika masih kanak-kanak dan berkembang bersama dengan pengalaman semasa kanak-kanak

contoh : Dibedakan antara natural child (NC) yang ditunjukkan dalam sikap ingin tahu, berkhayal, kreatif, memberontak. Sebaliknya yang bersifat adapted child (AC) adalah mengeluh, ngambek, suka pamer, dan bermanja diri.

c. Faktor Neopsikis ( Ego sebagai orang dewasa)
Yaitu bagian dari kepribadian yg objektif, stabil, tidak emosional, rasional, logis, tidak menghakimi, berkerja dengan fakta dan kenyataan-kenyataan, selalu berusaha untuk menggunakan informasi yang tersedia untuk menghasilkan pemecahan yang terbaik dalam pemecahan berbagai masalah. Dalam status orang dewasa selalu akan berisi hal-hal yang produktif, objektif, tegas, dan efektif dan bertanggung jawab dalam menghadapi kehidupan. Jika individu bertingkah laku sesuai dengan yang telah disebutkan tadi, maka individu tersebut dikatakan dalam status ego dewasa..

contoh : Mengambil kesimpulan, keputusan berdasarkan fakta-fakta yang ada. Suka bertanya, mencari atau menunjukkan fakta-fakta, ber¬sifat rasional dan tidak emosional, bersifat objektif dan sebagainya, adalah ciri-ciri komunikasi orang dewasa.

Ketiga Ego tersebut dimiliki setiap orang, kita lihat dari caranya berkomunikasi, kalimat yang dipilih dan bahasa tubuh yang digunakan.

πŸ“ŠπŸ“ˆ ANALISIS TRANSAKSIONAL KOMUNIKASI

a. TRANSAKSI KOMPLEMENTER
jenis transaksi ini merupakan jenis terbaik dalam komunikasi antarpribadi karena terjadi kesamaan makna terhadap pesan yang mereka pertukarkan, pesan yang satu dilengkapi oleh pesan yang lain meskipun dalam jenis sikap ego yang berbeda. Transaksi komplementer terjadi antara dua sikap yang sama, sikap dewasa. Transaksi terjadi antara dua sikap yang berbeda namun komplementer. Kedua sikap itu adalah sikap orang tua dan sikap anak-anak. Komunikasi antarpribadi dapat dilanjutkan manakala terjadi transaksi yang bersifat komplementer karena di antara mereka dapat memahami pesan yang sama dalam suatu makna.

Contoh :
ketika suami meminta kita berbicara berdasarkan fakta, maka balas komunikasi tersebut dengan hal-hal yang logis.( ego dewasa)
suami : : “Arloji yang biasanya di meja ini, kok tidak ada ya mah?”( menggunakan data dan logika  - ego dewasa)
istri : “ayo kita  cari tahu bareng, terakhir ayah lepas arloji itu dimana? ( menggunakan e go dewasa)

b. TRANSAKSI SILANG
terjadi manakala pesan yang dikirimkan komunikator  tidak mendapat respons sewajarnya dari komunikan. Akibat dari transaksi silang adalah terputusnya komunikasi antarpribadi karena kesalahan dalam memberikan makna pesan. Komunikator tidak menghendaki jawaban demikian, terjadi kesalah¬pahaman sehingga kadang-kadang orang beralih ke tema pembicaraan lain.

Contoh :
ketika partner kita mengajak komunikasi berdasarkan  ego dewasa, kita menanggapinya dengan ego anak-anak.

Suami : “Arloji yang biasanya di meja ini, kok tidak ada ya mah?”( menggunakan data dan logika  - ego dewasa)

Istri : “Mana kutahu, aku udah capek seharian ngurus anak-anak,  masih diminta ngurus arloji” ( menggunakan ego anak-anak )

pasti akan menyulut respon emosi.

c. TRANSAKSI TERSEMBUNYI
jika terjadi campuran beberapa sikap di antara komunikator dengan komunikan sehingga salah satu sikap menyembunyikan sikap yang lainnya. Sikap tersembunyi ini sebenarnya yang ingin mendapatkan respons tetapi ditanggap lain oleh si penerima. Bentuk-bentuk transaksi tersembunyi bisa terjadi jika ada 3 atau 4 sikap dasar dari mereka yang terlibat dalam komunikasi antar¬pribadi namun yang diungkapkan hanya 2 sikap saja sedangkan 1 atau 2 lainnya ter¬sembunyi.

Contoh:
Seorang ibu masuk ke dalam sebuah toko untuk membeli sebuah lemari es. Sang penjual memperlihatkan beberapa merk, dengan menyebutkan harganya. Sang ibu melihat lemari es yang tinggi dan bertanya: “Berapa harga yang tinggi itu?” (ungkapan dari ego state dewasa dan mengharapkan respon dari ego state dewasa juga).

Penjual itu kemudian menanggapi: “Yang itu terlalu mahal bagi Ibu.” Tanggapan ini memang terlihat sebagai transaksi antara ego state dewasa dan dewasa, tetapi ada unsur tersembunyi di dalamnya yang tidak jadi terumuskan, yaitu: “Ibu tidak mempunyai cukup uang untuk membeli yang mahal itu”. Kemudian sang ibu merasa tersinggung, dan memang begitulah maksud penjual itu, menyinggung perasaan sang ibu dengan mengatakan bahwa ibu itu tidak mampu membeli lemari es yang mahal.

Menanggapi pernyataan itu, untuk membuktikan bahwa dirinya mampu membeli barang mahal itu, sang ibu lalu berkata: “Yang tinggi itu mau saya beli!”.

πŸ‘§ BERKOMUNIKASI SESUAI BAHASA CINTA ANAK πŸ‘¦


Menurut Gary Champan & Ross Campbell, MD, dalam buku mereka yang bertajuk The Five Love Languages of Children, terdapat 5 cara anak dan manusia memahami dan mengekspresikan cinta, yakni;

1. Sentuhan Fisik, 

2. Kata-kata Mendukung, 

3. Waktu Bersama, 

4. Pemberian Hadiah, 

 5. Pelayanan. 

Umumnya setiap anak bisa menerima cinta melalui 5 bahasa di atas, namun ada satu bahasa yang paling dominan pada masing-masing anak. Berikut adalah tips dalam berkomunikasi dengan si kecil sesuai bahasa cintanya.

1. Apabila bahasa cinta anak kita adalah Sentuhan Fisik
* Saat bertemu dan berpisah dengan si kecil, berilah pelukan.
* Saat si kecil stres, beri belaian untuk menenangkannya.
* Peluk dan cium si kecil saat ia tidur malam dan bangun pagi.
* Setelah mengajar disiplin pada si kecil, beri pelukan sejenak dan jelaskan bahwa pengajaran yang diberikan adalah untuk kebaikannya dan Anda tetap sayang padanya.
* Saat memilih hadiah untuknya, beri benda yang dapat ia pegang/peluk, seperti bantal, boneka, atau selimut.
* Saat menghabiskan waktu bersama si kecil, seperti menonton televisi bersama, duduklah berdekatan dengannya, sambil berpelukan.
* Sering-seringlah bertanya padanya apakah ia mau digandeng atau dipeluk.
* Apabila ia terluka, pegang dan peluk mereka untuk memberi kenyamanan.

2.Apabila bahasa cintanya adalah Kata-kata Mendukung
* Saat menyiapkan bekal untuknya, masukkan kertas kecil berisi kata-kata mendukung.
* Saat ia berhasil mencapai prestasi, tunjukkan rasa bangga Anda dengan memberi kata-kata membangun, seperti “Mama bangga dengan adik bermain adil di permainan tadi,” atau “Kakak baik sekali membantu adik membangun rumah-rumahan itu.”
* Simpan hasil karya si kecil, seperti lukisan atau tulisan, dan pajang dengan tambahan tempelan kertas mengapa Anda bangga dengan karyanya itu.
* Biasakan mengucap kata, “Mama sayang kamu,” tiap berpisah dengan si kecil atau menidurkannya di malam hari.
* Saat si kecil bersedih, bangun kepercayaan dirinya dengan mengucapkan alasan-alasan yang membuat Anda bangga padanya.

3. Apabila bahasa cintanya adalah Waktu Bersama
* Coba libatkan anak dalam aktivitas-aktivitas Anda, seperti belanja ke supermarket, memasak, mencuci piring, dan lain sebagainya.
* Saat si kecil ingin bercerita, hentikan sejenak aktivitas Anda untuk benar-benar menatap dan mendengarnya.
* Ajak si kecil memasak bersama, seperti membuat kue atau camilan lainnya.
* Tanyakan kepada si kecil mengenai tempat-tempat yang ingin ia kunjungi, dan jika ada kesempatan, beri kejutan dengan mengajak mereka ke tempat-tempat tersebut.
* Biasakan untuk memintanya menceritakan hari yang ia lalui di sekolah atau aktivitas lain yang telah ia lakukan.
* Saat mengajak si kecil bermain, bermainlah bersamanya ketimbang hanya menonton.
* Jika Anda memiliki lebih dari 1 anak, tetapkan jadwal bermain dengan masing-masing anak secara individu, tanpa melibatkan yang lain.

4.  Apabila bahasa cintanya adalah Pemberian Hadiah
* Kumpulkan hadiah-hadiah kecil (tak perlu mahal) untuk diberikan kepada si kecil di saat-saat yang pas.
* Bawa permen atau camilan kecil lain yang dapat Anda berikan pada si kecil saat sedang bepergian.
* Beri makanan kesukaan si kecil, Anda bisa memasaknya sendiri atau mengajak si kecil ke restoran kesukaannya.
* Buah sebuah “kantong hadiah” berisi hadiah-hadiah (tak perlu mahal) yang dapat dipilih si kecil saat ia melakukan prestasi.
* Saat menyiapkan bekal untuknya, selipkan hadiah kecil untuknya.
* Buatkan semacam permainan teka-teki untuknya mencari hadiah dari Anda.
* Daripada membeli hadiah ulang tahun yang mahal, buatkan pesta ulang tahun meriah di tempat yang ia sukai.

5. Apabila bahas cintanya adalah Pelayanan
* Temani ia saat mengerjakan pekerjaan rumahnya.
* Saat ia sedih atau menghadapi kesulitan, buatkan makanan kesukaannya.
* Daripada menyuruhnya tidur, gendong atau gandeng mereka ke tempat tidur.
* Saat sedang bersiap-siap berangkat ke sekolah, bantu mereka memilih pakaian untuk hari itu.
* Mulai ajarkan si kecil mengasihi orang lain dengan memberi contoh membantu orang lain atau memberi sumbangan kepada orang yang kurang mampu.
* Saat si kecil sakit, angkat semangatnya dengan menonton film, membaca buku, atau masak sup yang ia sukai.
* Saat menyiapkan sarapan, makan siang, atau makan malam, selipkan makanan penutup atau camilan kesukaan mereka.

Cara mengamati bahasa cinta anak :

1.  Amati cara si Kecil mengekspresikan cintanya pada Mama
Apabila si Kecil seringkali mengucapkan “Aku sayang Mama” atau “Terima kasih Mama atas makan malam yang enak”, Bahasa Cinta yang dominan padanya mungkin adalah “Kata-kata Mendukung”.

2. Amati cara si Kecil mengekspresikan cinta kepada orang lain
Apabila si Kecil seringkali ingin memberikan hadiah kepada teman atau gurunya, mungkin Bahasa Cinta yang dominan padanya adalah “Pemberian Hadiah”.

3. Pelajari apa yang seringkali diminta oleh si Kecil
Apabila si Kecil sering meminta Mama untuk menemaninya bermain atau membacakan cerita untuknya, maka Bahasa Cinta yang dominan padanya mungkin “Waktu Bersama”. Sedangkan kalau si Kecil sering meminta pendapat Mama mengenai apapun yang sedang dilakukannya, seperti “Mama suka ga sama gambarku?” atau “Bajuku bagus ga Ma?”, mungkin Bahasa Cinta yang dominan padanya adalah “Kata-kata Mendukung”.

4. Pelajari apa yang seringkali dikeluhkan oleh si Kecil
Apabila si Kecil sering mengeluh mengenai kesibukan Mama atau Papa diluar rumah, seperti “Papa kok kerja terus yah” atau “Mama kok ga pernah mengajakku ke taman lagi,” maka mungkin Bahasa Cinta yang dominan padanya adalah “Waktu Bersama”.

5. Beri 2 pilihan kepada si Kecil
Dalam melakukan aktivitas sehari-hari, Mama bisa menanyakan apa yang diinginkan si Kecil, untuk menemukan Bahasa Cinta yang dominan padanya. Pertanyaan yang diberikan dapat berupa pilihan antara 2 Bahasa Cinta. Contohnya, saat Mama ada waktu luang, dapat memberi pilihan kepada si Kecil seperti “Sore ini adik mau Mama temani jalan-jalan atau mau Mama betulkan rok adik yang rusak?”, dengan memberi pilihan ini maka Mama memberikan pilihan antara Bahasa Cinta “Waktu Bersama” atau “Pelayanan”.


πŸ“– Sumber bacaan:

-Gary Chapman & Ross campbell M.D, The 5 Love language of children, jakarta, 2014
-Eric Berne, Games people Play, jakarta
-Eric Berne, Transaksional Analysis, jakarta.

BERTANGGUNG JAWAB TERHADAP HASIL KOMUNIKASI KITA

☕πŸͺ cemilan rabu #2 πŸͺ☕


BERTANGGUNG JAWAB TERHADAP HASIL KOMUNIKASI KITA

Bulan ini bagi teman-teman yang sudah bisa menyelesaikan tantangan 10 hari, akan mendapatkan badge yang bertuliskan

I'm responsible for my communication result

Artinya apabila hasil komunikasi kita dengan pasangan hidup, dengan anak-anak, dengan teman-teman di komunitas, rekan kerja dan masyarakat sekitar kita, tidak sesuai harapan, maka jangan salahkan penerima pesan, kitalah yang bertanggung jawab untuk mengubah strategi komunikasi kita.

Contoh kasus saya pernah jengkel dengan assisten rumah tangga saya yang biasa dipanggil budhe. Berkali-kali diberitahu cara setrika yang benar, tapi hasilnya selalu salah.

Kondisi seperti ini biasanya akan menyulut emosi kita ke penerima pesan.

Maka saya harus segera mencari orang ketiga untuk cari solusi lain.

Saya ceritakan kondisi ini ke pak dodik, beliau hanya menjawab simple

"Kalau sekali saja diberitahu langsung paham, maka budhe itu sudah pasti jadi manager sebuah bank, bukan kerja di rumah ini"

(πŸ˜€ beginilah salah satu gaya komunikasi pak dodik)

Hmmm....sayalah yang harus mengubah strategi komunikasi saya, artinya gaya komunikasi saya tidak tepat saat itu, bukan salah budhe.

Akhirnya ketemulah pola, kalau berkomunikasi dengan budhe harus diberi contoh, tidak hanya diberitahu lewat omongan saja.

Ini baru satu contoh komunikasi kita dengan assisten rumah tangga, belum lagi kasus komunikasi kita dengan ibu kita atau dengan ibu mertua kita, pasti makin kompleks. Dan yakinlah semua itu membuat kita makin terampil berkomunikasi, selama kita tidak menyalahkan hasil komunikasi kepada orang yang kita ajak bicara.

There is NO failure, only WRONG RESULT, so we have to CHANGE our strategy

Tidak ada kegagalan berkomunikasi itu yang ada hanya hasil yang berbeda, tidak sesuai harapan, untuk itu segera ubah strategy komunikasi anda.

Ingat satu hal ini, pada dasarnya kebutuhan manusia yang paling dalam adalah keinginan agar perasaannya didengar, diterima, dimengerti dan dihargai.

Jadi dalam komunikasi, kita perlu meningkatkan kemampuan kita dalam mencoba memahami perasaan orang lain, apakah itu teman, pasangan hidup, rekan kerja, atasan, anak atau siapapun juga yang menjadi lawan bicara kita.

Untuk anak-anak, seringkali mereka belum mampu untuk mengatakan apa yang mereka rasakan, bisa jadi karena perbendaharaan kata mereka yang belum banyak.

Maka mereka akan menggunakan bahasa tubuh bahkan jauh ketika mereka belum pandai berbicara.

Sebagai orang tua maka kita harus meningkatkan kepekaan kita dalam menangkap makna dibalik bahasa tubuh dan perasaan apa yang mendasari sehingga kita bisa memahami perasaan yang ingin disampaikan si anak.

Rasa kurang percaya diri biasanya muncul karena kita “menidakkan perasaan” sehingga lawan bicara menjadi bingung, kesal, tidak mengenali perasaannya sendiri akhirnya tidak percaya pada perasaannya sendiri.

Jadi ingat dialog saya dan ibu waktu kecil

Saya : “Ibu, aku benci sama pak Guru. Tadi aku dimarahi di depan kelas”

Ibu : “Pasti kamu melakukan kesalahan makanya pak Guru marah sama kamu. Tidak mungkin kan pak Guru tiba-tiba marah”

Kalimat itu membuat saya jengkel sekali karena ibu seakan-akan justru membela pak guru dan otomatis menyalahkan saya.

Padahal saya hanya ingin di dengarkan. Sehingga kalimat

"Mbak jengkel banget ya sama pak guru, sini duduk sebelah ibu, minum teh hangat, dan mbak lanjutkan ceritanya"

Selamat melanjutkan tantangan komunikasi anda, jangan pernah menyerah walau kadang anda merasa lelah.

Salam Ibu Profesional,


/Septi Peni/


Sumber bacaan : 
- Pengalaman pribadi dalam menghadapi tantangan komunikasi sehari-hari

Sabtu, 18 Februari 2017

Aliran Rasa Komunikasi Produktif

Aliran Rasa saat belajar Komunikasi Produktif


Seperti yang pernah diutarakan dalam catatan saat mengerjakan tantangan 10 hari Komunikasi Produktif, problem utama yang saya rasakan saat praktek komunikasi produktif adalah karena belum selesai dengan diri sendiri. Sering merasa psimis, minder dan tidak bersemangat praktek. Apalagi kalau udah keceplosan, auto pilot parenting, duuuh.. rasa bersalahnya tuh bs sampe berhari-hari. Tapi inget lagi bahwa diri harus dapat menerima kesalahan, memaafkan dan melepaskan. Supaya bisa move on dan berubah πŸ˜πŸ˜„

Saya bersyukur bisa mengikuti kelas bunda sayang ini, karena kali ini kita dituntut untuk dapat praktek setiap hari, setiap saat, setiap ada kesempatan di setiap keadaan. Dengan challenge yang terukur dan terarah diharapkan dapat menjadi kebiasaan baru yang positif. Insyaallah

Bagaimana rasanya?
Nano-nano . . . πŸ˜‚πŸ˜‚ ada seneng, sedih, lelah, semangat, tapi sempet ngerasain mentok juga. Alhamdulillahnya saya ga sendirian, ada temen2 seperjuangan yang juga sama-sama belajar, berproses dan berubah. Sama-sama ngalamin dan ngerasain nano-nano . . . Jadi yaa nikmati aja prosesnya, menikmati perjalanannya, lakukan dan terus lakukan.

Seperti satu bait lirik lagu yang selalu saya ingat "jalani saja, lakukan saja, kita kan mampu melaluinya" 🎡🎢🎀

Jadi semangaaat!!! πŸ’ͺπŸ’ͺπŸ’ͺ



#aliranrasa
#komunikasiproduktif


Minggu, 05 Februari 2017

Hari ke-10 KOMUNIKASI PRODUKTIF

We time


Malam hari setelah anak-anak tidur, biasanya adalah waktu me time saya, juga suami. Jadi kami sama-sama me time alias punya waktu sendiri-sendiri 😁😁
Itu terjadi jika saat saya coba samperin suami, trus saya ajak ngobrol tapi pak suaminya tetep anteng lihat tv. Matanya ga tertuju kesaya πŸ˜‚πŸ˜‚ kalau begitu lalu saya ngeloyor pergi ke kamar tidur dan ambil kesimpulan kalau pak suami sedang ingin me time. Hee...

Kenapa?

Karena saya pribadi setuju sekali dengan materi komunikasi produktif bagian : intensity of eye contact. Saya merasakan sekali betapa kita merasa diperhatikan dan didengarkan saat orang yang kita ajak bicara menatap mata kita, fokus. Ga lihat kemana-mana, ga sambil nonton atau memperhatikan hal lain. Hanya ada kita dimatanya....*eeeaaaa
(Kalau istilah yang saya dapet pas jaman sekolah di SMK mah "eye contact that show we care")

Tapiii..biasanya kalo saya dah ngeloyor ke kamar pak suami suka nyamperin ngajak ngobrol trus saya cepet-cepet simpen gadget yang lagi dipegang lalu fokus lihat matanya dengan lembut *praktekin materi kompro 😁😁

Maka terjadilah We time. kami ngobrol santai, biasanya saya berusaha ga banyak bicara dan ngasih kesempatan untuk suami cerita. Mulai dari hari-harinya dikantor, rencana atau proyek yang sedang dikerjakan, mahasiswanya, dll. Pokoknya tentang pekerjaan atau kuliahnya. Kadang-kadang pak suami minta saran or pendapat juga kalau lagi bingung mengambil keputusan berkaitan dgn pekerjaan. Dan ini membuat saya merasa tenang dan nyaman. Hehehee...


#hari10
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Sabtu, 04 Februari 2017

Hari ke-9 KOMUNIKASI PRODUKTIF

Menenangkan sang adik, Pian


Setelah sholat subuh, suami pamit berangkat nganterin mamah saya ke terminal bis karena mau pulang kampung beberapa hari. Sendirian, karena ada urusan disana. Sedangkan bapak dan adik saya Pian. yang masih kelas 4 SD tetep dibandung.

Setelah beberapa lama suami berangkat naik motor, saya mendengar suara motornya lagi. Saya agak heran kok itu motor balik lagi, aah mungkin motor orang lain yang suaranya mirip pikir saya. Ternyata itu memang motor suami yang balik lagi bareng mamah yg dibonceng, saya buka gerbang. Terus mamah dengan wajah kesal bilang "neng, itu pian nangis pengen ikut, ngejar2 motor, olo dulu sana. Mamah udh siang nih" (sebenernya ngomong pake basa sunda, tp saya ganti pakai bahasa indonesia)

Bapak lagi ga ada karena kalau subuh kerja dipasar, jadi pas mamah berangkat pian mungkin ngerasa kesepian karena ga ada siapa-siapa dirumah. Untung rumah mamah dan rumah saya deketan.
Pian dateng sambil nangis kejer, heboh banget, dan maksa-maksa pengen ikut mamah. Ga mau ditinggal. Mamah kesal dan malah marahin pian. Saya coba samperin pian, tapi dia ga mau dideketin. Nangisnya makin menjadi dan mamah udah ga sabar karena harus cepet berangkat ngejar bis. Saya berusaha tenang dan berpikir apa yang musti saya lakukan.

Saya pegang pundak pian dan mengelusnya, mencoba menenangkan agar pian mau mendengarkan kata-kata saya. Saya coba berkomunikasi dengan berusaha dulu berempati terhadap kesedihan yang dia rasakan akan ditinggal mamah beberapa hari. Saya bilang "teteh tau pian sedih, teteh juga pernah ngalamin ditinggal mamah. Tapi da tetep ga bisa ikut karena teteh musti sekolah waktu itu. Nah pian juga sama, kan harus masuk sekolah"

Pian mulai tenang, dan nangisnya mulai pelan. Lalu saya lanjutkan bicaranya saya bilang kalau pian ga sendirian, ada bapak, saya, husna, rais, aa. Pokoknya saya tenangin dan hibur pian. Alhamdulillah pian mau ngerti dan bolehin mamah berangkat. Setelah mamah berangkat, saya coba hibur lagi pian, terus minta husna & rais untuk main sama pian sebelum pian ke sekolah supaya dia ga ngerasa kesepian.


#hari9
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Jumat, 03 Februari 2017

Hari ke-8 KOMUNIKASI PRODUKTIF

Luka dihidung Husna 


Sudah beberapa hari lubang hidung Husna yang sebelah kiri luka. Ntah apa penyebabnya karena awalnya husna ngeluh kalau hidung sebelah kirinya gatal. Pas saya cek, ternyata ada luka, dan sedikit merah. Husna sering garuk-garuk itu hidung sampe lukanya jd membesar.
Sudah saya sarankan untuk diobati, tapi husnanya ga mau sakit katanya. Saya bilang "jangan dikorek-korek nanti lukanya tambah parah & ngebesarin, kalau mau ngebersihin pakai air dulu biar gampang bersihinnya"

Uupss... setelah nyerocos gitu saya baru inget kalau itu bukan komunikasi produktif πŸ™ˆπŸ™ˆ
Saya malah pakai gaya populer yang ga efektif. Dan terang saja, Husna ga nangkep apa yang saya sarankan. Luka hidungnya tetep dia korek-korek, ga mau bersihin seperti yang disarankan ga mau saya obati juga karena takut sakit.

Saya lihat itu hidungnya tambah merah dan berdarah tapi husna ga mau bilang karena takut. Saya ingat tentang "gantilah nasehat dengan refleksi pengalaman" lalu saya panggil husna, saya bilang kalau saya mau cerita. Husna tampak semangat..
"Dulu bunda pernah luka di daun telinga yang dekat lubangnya karena bunda garuk-garuk terus. Makin digaruk malah makin gatel, dan jadi luka deh. Kalau udah luka rasanya tuh sakiit banget, sampe tidur juga tetep kerasa sakit" tutur saya, menceritakan pengalaman sakit telinga dulu

"Terus gimana?" Tanya husna dengan penasaran
"Terus bunda obatin, tapi sebelum diobatin harus periksa dulu ke dokter karena bunda ga tau obatnya" jawab saya
"Diobatin kan sakit bun" seru husna
"Iya sakit, tapi kan bunda pengen sembuh. Alhamdulillah setelah diobati sekarang telinga bunda ga sakit lagi" jelas saya, lalu lanjut bertanya "teteh mau sembuh juga hidungnya?"
"Mau" jawabnya, lalu setelah itu dengan tenang husna mau diobati dan tersenyum karena ternyata pas saya olesi ga kerasa apa-apa alias ga sakit.

Alhamdulillah, komunikasinya berhasil 😁😁😁

#hari8
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Kamis, 02 Februari 2017

Hari ke-7 KOMUNIKASI PRODUKTIF

Sounding untuk Toilet Training Rais


"De.. pipisnya di kamar mandi ya" jelas bunda, dan Rais dengan mantap menjawab "iyaaa"
Lalu beberapa saat kemudian "nda.. dede pipis" lapor Rias yang sudah terlanjut pipis ditempat dia berada,
"Lho kok pipisnya disini, kalau mau pipis dimana?" Tanya bunda
"Di nanah (disana)" sambil nunjuk ke kamar mandi 😹😹

Begitulah hari-hari toilet training rais yang masih sering gagal dan kadang berhasil. Masih belum konsisten dan masih harus di biasain ke kamar mandi untuk pipis dan pup, jadi belum sampai dengan sendirinya pergi ke kamar mandi. Saya sadar mungkin karena saya belum konsisten mengajarkannya, juga kalimat/komunikasi produktif saya terhadap rais masih harus dilatih dan dilatih lagi.


#hari7
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Rabu, 01 Februari 2017

Hari ke-6 KOMUNIKASI PRODUKTIF

Self Compassion


Rasanya dalam beberapa waktu saya bingung hendak menulis dan bercerita apa, karena dalam hari - hari berusaha praktek komunikasi produktif, saya masih saja keceplosan mengatakan hal-hal yang sebenarnya bukan kalimat produktif, terutama pada si sulung husna.

Hal itu membuat saya sedih, merasa buruk dan merasa gagal sebagai orang tua untuk memberi contoh pada anak-anaknya πŸ˜₯πŸ˜₯
Sampai sampai adiknya husna, yaitu Rais meniru kata-kata yang saya ucapkan ketika emosi seperti kata "cicing" (basa sunda kasar yang artinya diam). Astagfirullah . . .

Semakin merasa bersalah lah saya, apalagi kalau suami sudah menegur dan mengatakan "bunda atuh da kasar kalo marah teh" hiks... rasanya periiih jendral 😭😭
Dikondisi seperti itu, merasa buruk, gagal, sedih, dsb selftalk saya semakin menyalahkan dan semakin membuat saya frustasi. Tapi saya coba ingat lagi bahwa komunikasi produktif tidak hanya kita gunakan saat berbicara dengan orang lain tapi juga pada diri sendiri.

Maka saat itu saya berusahan untuk memilih kata-kata yang tidak memojokkan, kata-kata menghibur, mengerti, menerima dan memaafkan kesalahan diri sendiri. Saya afirmasi terus kata-kata positif terhadap diri sendiri. Saya tidak mau terpuruk dalam kesalahan dan menyerah pada kelemahan dan kesalahan saya. Sebaliknya saya ingin bangkit, bersemangat dan berubah. Memperbaiki kesalahan dan ke khilafan saya, keluar dari auto pilot parenting dan mempraktekkan parenting yg sudah saya pelajari

Karena ini adalah proses panjaaang dan terus menerus, maka sangat rugi dan sayang sekali jika saya habiskan waktu untuk menyalahkan diri sendiri. Walau Lagi-lagi saya masih harus memperbaiki cara berkomunikasi terhadap diri sendiri, saya akan nikmati dan jalani proses itu. Insyaallah, Aamiin

#hari6
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang