Rabu, 22 Maret 2017

Materi Sesi #1 Kuliah Bunda Sayang - KOMUNIKASI PRODUKTIF

🏑 Kelas Bunda Sayang Bandung #2
Pemandu Diskusi :
🎀 Diyah Amalia
πŸ“ Sri Wahyuni Kusumawardhani

Institut Ibu Profesional
Materi Kelas Bunda Sayang sesi #1

KOMUNIKASI PRODUKTIF

Selisih paham sering kali muncul bukan karena isi percakapan melainkan dari cara penyampaiannya. Maka di tahap awal ini penting bagi kita untuk belajar cara berkomunikasi yang produktif,  agar tidak mengganggu hal penting yang ingin kita sampaikan,  baik kepada diri sendiri,  kepada pasangan hidup kita dan anak-anak kita.

KOMUNIKASI DENGAN DIRI SENDIRI

Tantangan terbesar dalam komunikasi adalah mengubah pola komunikasi diri kita sendiri. Karena mungkin selama ini kita tidak menyadarinya bahwa komunikasi diri kita termasuk ranah komunikasi yang tidak produktif.

Kita mulai dari pemilihan kata yang kita gunakan sehari-hari.

Kosakata kita adalah output dari struktur berpikir  dan cara kita berpikir

Ketika kita selalu berpikir positif maka kata-kata yang keluar dari mulut kita juga kata-kata positif, demikian juga sebaliknya.

Kata-kata anda itu membawa energi, maka pilihlah kata-kata anda

Kata  masalah gantilah dengan tantangan

Kata Susah gantilah dengan Menarik

Kata Aku tidak tahu gantilah Ayo kita cari tahu

Ketika kita berbicara “masalah” kedua ujung bibir kita turun, bahu tertunduk, maka kita akan merasa semakin berat dan tidak bisa melihat solusi.


Tapi jika kita mengubahnya dengan “TANTANGAN”, kedua ujung bibir kita tertarik, bahu tegap, maka nalar kita akan bekerja mencari solusi.


Pemilihan diksi (Kosa kata) adalah pencerminan diri kita yang sesungguhnya


Pemilihan kata akan memberikan efek yang berbeda terhadap kinerja otak. Maka kita perlu berhati-hati dalam memilih kata supaya hidup lebih berenergi dan lebih bermakna.


Jika diri kita masih sering berpikiran negatif, maka kemungkinan diksi (pilihan kata) kita juga kata-kata negatif, demikian juga sebaliknya.


KOMUNIKASI DENGAN PASANGAN
Ketika berkomunikasi dengan orang dewasa lain, maka awali dengan kesadaran bahwa “aku dan kamu” adalah 2 individu yang berbeda dan terima hal itu.


Pasangan kita dilahirkaan oleh ayah ibu yang berbeda dengan kita, tumbuh dan berkembang pada lingkungan yang berbeda, belajar pada kelas yang berbeda, mengalami hal-hal yang berbeda dan banyak lagi hal lainnya.


Maka sangat boleh jadi pasangan kita memiliki Frame of Reference (FoR) dan Frame of Experience (FoE) yang berbeda dengan kita.


FoR adalah cara pandang, keyakinan, konsep dan tatanilai yang dianut seseorang. Bisa berasal dari pendidikan ortu, bukubacaan, pergaulan, indoktrinasi dll.


FoE adalah serangkaian kejadian yang dialami seseorang, yang dapat membangun emosi dan sikap mental seseorang.


FoE dan FoR mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu pesan/informasi yang datang kepadanya.


Jadi jika pasangan memiliki pendapat dan pandangan yang berbeda atas sesuatu, ya tidak apa-apa, karena FoE dan FoR nya memang berbeda.


Komunikasi dilakukan untuk MEMBAGIKAN yang kutahu kepadamu, sudut pandangku agar kau mengerti, dan demikian pula SEBALIKnya.


Komunikasi yang baik akan membentuk FoE/FoR ku dan FoE/FoR mu ==> FoE/FoR KITA


Sehingga ketika datang informasi akan dipahami secara sama antara kita dan pasangan kita, ketika kita menyampaikan sesuatu,  pasangan akan menerima pesan kita itu seperti yang kita inginkan.


Komunikasi menjadi bermasalah ketika menjadi MEMAKSAKAN pendapatku kepadamu, harus kau pakai sudut pandangku dan singkirkan sudut pandangmu.


Pada diri seseorang ada komponen NALAR dan EMOSI; bila Nalar panjang - Emosi kecil; bila Nalar pendek - Emosi tinggi


Komunikasi antara 2 orang dewasa berpijak pada Nalar.
Komunikasi yang sarat dengan aspek emosi terjadi pada anak-anak atau orang yang sudah tua.


Maka bila Anda dan pasangan masih masuk kategori Dewasa --sudah bukan anak-anak dan belum tua sekali-- maka selayaknya mengedepankan Nalar daripada emosi, dasarkan pada fakta/data dan untuk problem solving.


Bila Emosi anda dan pasangan sedang tinggi, jeda sejenak, redakan dulu ==> agar Nalar anda dan pasangan bisa berfungsi kembali dengan baik.


Ketika Emosi berada di puncak amarah (artinya Nalar berada di titik terendahnya) sesungguhnya TIDAK ADA komunikasi disana, tidak ada sesuatu yang dibagikan; yang ada hanya suara yang bersahut-sahutan, saling tindih berebut benar.


Ada beberapa kaidah yang dapat membantu meningkatkan efektivitas dan produktivitas komunikasi Anda dan pasangan:


1. Kaidah 2C: Clear and Clarify

Susunlah pesan yang ingin Anda sampaikan dengan kalimat yang jelas (clear) sehingga mudah dipahami pasangan. Gunakan bahasa yang baik dan nyaman bagi kedua belah pihak.


Berikan kesempatan kepada pasangan untuk bertanya, mengklarifikasi (clarify) bila ada hal-hal yang tidak dipahaminya.


2. Choose the Right Time

Pilihlah waktu dan suasana yang nyaman untuk menyampaikan pesan. Anda yang paling tahu tentang hal ini. Meski demikian tidak ada salahnya bertanya kepada pasangan waktu yang nyaman baginya berkomunikasi dengan anda, suasana yang diinginkannya, dll.


3. Kaidah 7-38-55

Albert Mehrabian menyampaikan bahwa pada komunikasi yang terkait dengan perasaan dan sikap (feeling and attitude) aspek verbal (kata-kata) itu hanya 7% memberikan dampak pada hasil komunikasi.


Komponen yang lebih besar mempengaruhi hasil komunikasi adalah intonasi suara (38%) dan bahasa tubuh (55%).

Anda tentu sudah paham mengenai hal ini. Bila pasangan anda mengatakan "Aku jujur. Sumpah berani mati!" namun matanya kesana-kemari tak berani menatap Anda, nada bicaranya mengambang maka pesan apa yang Anda tangkap? Kata-kata atau bahasa tubuh dan intonasi yang lebih Anda percayai?

Nah, demikian pula pasangan dalam menilai pesan yang Anda sampaikan, mereka akan menilai kesesuaian kata-kata, intonasi dan bahasa tubuh Anda.

4. Intensity of Eye Contact

Pepatah mengatakan mata adalah jendela hati


Pada saat berkomunikasi tataplah mata pasangan dengan lembut, itu akan memberikan kesan bahwa Anda terbuka, jujur, tak ada yang ditutupi. Disisi lain, dengan menatap matanya Anda juga dapat mengetahui apakah pasangan jujur, mengatakan apa adanya dan tak menutupi sesuatu apapun.


5. Kaidah: I'm responsible for my communication results

Hasil dari komunikasi adalah tanggung jawab komunikator, si pemberi pesan.

Jika si penerima pesan tidak paham atau salah memahami, jangan salahkan ia, cari cara yang lain dan gunakan bahasa yang dipahaminya.


Perhatikan senantiasa responnya dari waktu ke waktu agar Anda dapat segera mengubah strategi dan cara komunikasi bilamana diperlukan. Keterlambatan memahami respon dapat berakibat timbulnya rasa jengkel pada salah satu pihak atau bahkan keduanya.


KOMUNIKASI DENGAN ANAK

Anak –anak itu memiliki gaya komunikasi yang unik.

Mungkin mereka tidak memahami perkataan kita, tetapi mereka tidak pernah salah meng copy


Sehingga gaya komunikasi anak-anak kita itu bisa menjadi cerminan gaya komunikasi orangtuanya.

Maka kitalah yang harus belajar gaya komunikasi yang produktif dan efektif. Bukan kita yang memaksa anak-anak untuk memahami gaya komunikasi orangtuanya.

Kita pernah menjadi anak-anak, tetapi anak-anak belum pernah menjadi orangtua, sehingga sudah sangat wajar kalau kita yang harus memahami mereka.

Bagaimana Caranya ?

a. Keep Information Short & Simple (KISS)

Gunakan kalimat tunggal, bukan kalimat majemuk

⛔Kalimat tidak produktif :
“Nak, tolong setelah mandi handuknya langsung dijemur kemudian taruh baju kotor di mesin cuci ya, sisirlah rambutmu, dan jangan lupa rapikan tempat tidurmu.


✅Kalimat Produktif :
“Nak, setelah mandi handuknya langsung dijemur ya”  ( biarkan aktivitas ini selesai dilakukan anak, baru anda berikan informasi yang lain)

b. Kendalikan intonasi suara dan gunakan suara ramah

Masih ingat dengan rumus 7-38-55 ? selama ini kita sering menggunakan suara saja ketika berbicara ke anak, yang ternyata hanya 7% mempengaruhi keberhasilan komunikasi kita ke anak. 38% dipengaruhi intonasi suara dan 55% dipengaruhi bahasa tubuh

⛔Kalimat tidak produktif:
“Ambilkan buku itu !” ( tanpa senyum, tanpa menatap wajahnya)

✅Kalimat Produktif :
“Nak, tolong ambilkan buku itu ya” (suara lembut , tersenyum, menatap wajahnya)

Hasil perintah pada poin 1 dengan 2 akan berbeda. Pada poin 1, anak akan mengambilkan buku dengan cemberut. Sedangkan poin 2, anak akan mengambilkan buku senang hati.

c.  Katakan apa yang kita inginkan, bukan yang tidak kita inginkan

⛔Kalimat tidak produktif :
“Nak, Ibu tidak ingin kamu ngegame terus sampai lupa sholat, lupa belajar !”

✅Kalimat produktif :
“Nak, Ibu ingin kamu sholat tepat waktu dan rajin belajar”

d.  Fokus ke depan, bukan masa lalu

⛔Kalimat tidak produktif :
“Nilai matematikamu jelek sekali,Cuma dapat 6! Itu kan gara-gara kamu ngegame terus,sampai lupa waktu,lupa belajar, lupa PR. Ibu juga bilang apa. Makanya nurut sama Ibu biar nilai tidak jeblok. Kamu sih nggak mau belajar sungguh-sungguh, Ibu jengkel!”

✅Kalimat produktif :
“Ibu lihat nilai rapotmu, hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, ada yang bisa ibu bantu? Sehingga kamu bisa mengubah strategi belajar menjadi lebih baik lagi”

e. Ganti kata ‘TIDAK BISA” menjadi “BISA”

Otak kita akan bekerja seseai kosa kata. Jika kita mengatakan “tidak bisa” maka otak akan bekerja mengumpulkan data-data pendukung faktor ketidakbisaan tersebut. Setelah semua data faktor penyebab ketidakbisaan kita terkumpul , maka kita malas mengerjakan hal tersebut yang pada akhirnya menyebabkan ketidakbisaan sesungguhnya. Begitu pula dengan kata “BISA” akan membukakan jalan otak untuk mencari faktor-faktor penyebab bisa tersebut, pada akhirnya kita BISA menjalankannya.

f. Fokus pada solusi bukan pada masalah

⛔Kalimat tidak produktif :
“Kamu itu memang tidak pernah hati-hati, sudah berulangkali ibu ingatkan, kembalikan mainan pada tempatnya, tidak juga dikembalikan, sekarang hilang lagi kan, rasain sendiri!”

✅Kalimat produktif:
“ Ibu sudah ingatkan cara mengembalikan mainan pada tempatnya, sekarang kita belajar memasukkan setiap kategori mainan dalam satu tempat. Kamu boleh ambil mainan di kotak lain, dengan syarat masukkan mainan sebelumnya pada kotaknya terlebih dahulu”.


g. Jelas dalam memberikan pujian dan kritikan

Berikanlah pujian dan kritikan dengan menyebutkan perbuatan/sikap apa saja yang perlu dipuji dan yang perlu dikritik. Bukan hanya sekedar memberikan kata pujian dan asal kritik saja. Sehingga kita mengkritik sikap/perbuatannya bukan mengkritik pribadi anak tersebut.

⛔Pujian/Kritikan tidak produktif:

“Waah anak hebat, keren banget sih”
“Aduuh, nyebelin banget sih kamu”

✅Pujian/Kritikan produktif:
“Mas, caramu menyambut tamu Bapak/Ibu tadi pagi keren banget, sangat beradab, terima kasih ya nak”

“Kak, bahasa tubuhmu saat kita berbincang-bincang dengan tamu Bapak/Ibu tadi sungguh sangat mengganggu, bisakah kamu perbaiki lagi?”

h. Gantilah nasihat menjadi refleksi pengalaman

⛔Kalimat Tidak Produktif:
“Makanya jadi anak jangan malas, malam saat mau tidur, siapkan apa yang harus kamu bawa, sehingga pagi tinggal berangkat”

✅Kalimat Produktif:
“Ibu dulu pernah merasakan tertinggal barang yang sangat penting seperti kamu saat ini, rasanya sedih dan kecewa banget, makanya ibu selalu mempersiapkan segala sesuatunya di malam hari menjelang tidur.

I. Gantilah kalimat interogasi dengan pernyataan observasi

⛔Kalimat tidak produktif :
“Belajar apa hari ini di sekolah? Main apa saja tadi di sekolah?

✅Kalimat produktif :
“ Ibu lihat matamu berbinar sekali hari ini,sepertinya  bahagia sekali di sekolah,  boleh berbagi kebahagiaan dengan ibu?”

j. Ganti kalimat yang Menolak/Mengalihkan perasaan dengan kalimat yang menunjukkan empati

⛔Kalimat tidak produktif :
"Masa sih cuma jalan segitu aja capek?"

✅kalimat produktif :
kakak capek ya? Apa yang paling membuatmu lelah dari perjalanan kita hari ini?

k. Ganti perintah dengan pilihan

⛔kalimat tidak produktif :
“ Mandi sekarang ya kak!”

✅Kalimat produktif :
“Kak 30 menit  lagi kita akan berangkat, mau melanjutkan main 5 menit lagi,  baru mandi, atau mandi sekarang, kemudian bisa melanjutkan main sampai kita semua siap berangkat



Salam Ibu Profesional,



/Tim Bunda Sayang IIP/



Sumber bacaan:

  • Albert Mehrabian, Silent Message : Implicit Communication of Emotions and attitudes, e book, paperback,2000
  • Dodik mariyanto, Padepokan Margosari : Komunikasi Pasangan, artikel, 2015
  • nstitut Ibu Profesional, Bunda Sayang : Komunikasi Produktif, Gaza Media, 2014
  • Hasil wawancara dengan Septi Peni Wulandani tentang pola komunikasi di Padepokan Margosari

Sesi Tanya Jawab
1. Teh Eka Abdi Negari
Saat kita bersemangat untuk belajar dan suami sangat mendukung waah rasanya bahagia sekali. Tapi jika dukungan itu tidak dibarengi dengan "sama sama" belajar ada rasa "mmh.. Ko saya merasa berjuang sendiri ya??" ada yg mengganjal di hati. Meskipun hal itu sudah disampaikan pada suami. Mmm.. berarti komunikasi dengan pasangan belum produktif kan?
Jadi apa yg bisa kita lakukan sbagai istri saat suami kita kurang berbinar2 dalam belajar parenting dan lebih meyerahkannya pada si ibu?
Jawab : 
Ketika ganjalan hati sudah disampaikan, bagaimana tanggapan suami?
Kenapa suami kurang berbinar-binar belajar parenting?
***
2. Teh Arini
Bagaimana agar komunikasi produktif dapat konsisten diterapkan sehari-hari? Sebelumya kondisi lingkungan keluarga saya  masih tinggal bersama mertua yang ternyata selama ini kami selalu menggunakan kalimat tidak produktif pada anak-anak maupun orang dewasa lainnya?
Jawab :
Latihan, latihannya harus konsisten dan terukur... Nanti akan ada tantangan berkaitan dengan ini.
***

3. Teh Zulfa
Sejak baru lahir saya selalu berusaha mencoba memberikan kalimat perintah dengan kata "tolong", "ayo", "mari" dll. Ataupun kalimat larangan menghindari bentakan or kata jangan dll. Tapi, disisi lain karena masih numpang dirumah mertua dengan banyak orang dan berbeda usia mereka kadang memberikan kalimat yang negatif seperti dijelaskan diatas. Bagaimana solusi supaya usaha saya tidak sia2 untuk mendidik anak?
Jawab :
Jika konsisten insyaa Allah tidak akan sia-sia. Solusinya perbanyak ngobrol berdua, membahas apa yang terjadi hari itu... Dan mana yang baik dan kurang baik.
***

4. Teh Indah
Teh bagaimana caranya kita berkomunikasi dengan orang dewasa lainnya yang cenderung defensif. Khususnya berkomunikasi dengan orangtua. Sudah sangat jelas FoR dan FoE nya berbeda sekali. Maksud hati berbagi pandangan tapi dari pihak orangtua selalu merasa disalahkan, padahal sudah disampaikan pada timing yang tepat, diksi yang dipikirkan dengan matang matang. Kurang latihan apa kurang sabar ya?
Jawab :
Tantangan ini yaa

Materi komunikasi produktif menjelaskan bahwa komunikasi dengan orang tua sarat dengan aspek emosi. Nah, kita bisa coba mencari titik sarat emosi yang tepat pada orang tua. Kemudian dari titik itu kita coba untuk berbagi pandangan.

Yuk terus berlatih dan sabar😊
***
5. Teh Lia
Saya dibesarkan di lingkungan yang punya kebiasaan bicara/menanggapi sesuatu dengan kata2 pedes, meskipun tidak marah, dan nada datar tapi pilihan katanya lumayan nyelekit, itu yang saya rasakan dari kakek, nenek paman bibi (keluarga Bapak saya) orang tua saya, sekarang ke saya, memperlakukan anak dan suami kadang2 dengan bahasa judes, (walau tujuan nya tegas) apalagi disaat emosi, tapi kepada org lain yang tidak begitu, saya sangat menjaga sekali.
Saya ingin sekali menghentikan ini, karna saya sangat menyesal kalo sudah melakukannya, dan sepertinya sudah mulai menular kepada anak saya yang SMP, tapi kenapa susah banget mungkin karena sudah tertanam dari kecil, apa yang harus saya lakukan ya?
Jawab :
Kita ganti kata 'susah' menjadi 'menarik'   _ingat materi di poin komunikasi dengan diri sendiri_

Ada keinginan untuk menghentikan kebiasaan kurang baik dan merasa menyesal setelah melakukannya, ini poin plus untuk teh Lia.

Selanjutnya, kita niatkan dengan sungguh-sungguh mulai praktek komunikasi produktif.
Mulai dari diri kita sendiri, belajar berpikir positif, insyaAllah kata-kata yang keluar dari mulut kita pun positif dan membawa dampak positif pula.
***

6. Teh Mira Budi
1. Komunikasi dgn pasangan : biasanya sebelum berkomunikasi khususnya bertukar pikiran, pastinya masing2 sudah punya fondasi/alasan atas sesuatu yg akan dikemukakan. Tidak jarang pasti masing2 memiliki perbedaan persepsi seauai dgn FOR dan FOE nya. berarti kesimpulan saya harus ada kesamaan yang ditarik dari perbedaan yg ada, tentunya apa yg disampaikan itu harus memiliki ilmunya. Ambil lah bhw kesamaan nya itu ialah setiap masalah dikembalikan pada al quran dan hadits. Sehingga berangkat dari alas yg sama diharapkan komunikasi tdk menyimpang jauh. Tetapi bila hal yg dikomunikasikan tetap sj ada persepsi yg berbeda jauh dikarenalan pemahaman yg berbeda. Bagaimana seorang isteri harus menyikapi kesenjangan pemahaman?

2. Komunikasi dgn anak. Point K, ganti perintah dgn pilihan. Kapan kita memberi perintah dan kapan tepatnya kita memberi pilihan?

Jawab :
1. Kalau ada kesenjangan, berarti ngobrolnya kurang akrab. Seperti apa kata Pak Dodik, perbanyak kegiatan main dan ngobrol bersama.

2. Sejak dini..
Misal : Teh Chika berkomunikasi dengan putrinya Evelyn.

Evelyn mau bantu menyiapkan makanan atau merapikan kamar? Atau... Makannya mau dengan sayur atau makan sayurnya dipisah setelah makan?
***

7. Teh Novi
saya kesulitan menghadapi anak sulung saya (7 th). Kalau saya menyuruh sesuatu (misalnya shalat), jarang sekali langsung dikerjakan. Mulai dari saya bicara baik-baik sampai akhirnya saya kesal dan marah, belum tentu juga dikerjakan. Boleh minta masukannya seperti apa dan bagaimana saya menghadapi anak saya?
Jawab :
Evaluasi dulu, apakah kita sudah menanamkan Iman dan kecintaan pada Tuhannya. Karena jika anak sudah suka, cinta, pasti ia akan semangat berbicara pada Tuhannya. Kita juga begitu kan? Ini PR kita seumur hidup.

Apakah dengan memaksanya Shalat, ia menjadi cinta shalat?
Solusinya, mari kita belajar sama-sama untuk berkata dan bersikap positif dengan mempraktekkan komunikasi produktif.

Sering-sering ngobrol bareng anak tentang shalat, seberapa penting shalat untuk kehidupan kita.
***

8. Teh Mae
Mengenai komunikasi produktif bersama suami atau pun anak. Kebetulan saya terbiasa dengan kebiasaan berbicara singkat, bertanya detail karena dulu saya reporter majalah dan kuliah jurnalistik jadi ga bertele2. Sehingga ketika ngobrol sama anak suka tegas musal "dede ayo beresin mainanya kan katanya mau ice cream" sama suami pun begitu kalau tidak segera dilakukan saya suka jadi ngambek karena sering ditunda2 pkerjaannya. Bagaimana cara berkomunikasi yang pas. Padahal kalau ke orang lain mah bisa diatur tapi karena sm suami dan anak kadang jd seenaknya?

Jawab :
Jika komunikasi 'to the point' bisa diterima baik oleh suami dan anak, itu berarti pesannya sampai. Nah, 'tidak segera dilakukan' itu karena apa? Sudah dicross cek?

Suami dan anak-anak adalah pelanggan utama kita. Yuk kita mulai optimalkan praktek komunikasi produktif terutama di dalam keluarga kita.
***

9. Teh Nurul
Bagaimana kiat2 membangun komunikasi produktif setiap saat setiap waktu?
Jawab :
Kita mulai dari diri kita sendiri untuk selalu berpikir positif.
***
10.  Teh Eva
Apabila dalam pelaksanaannya, ada beberapa hal yang tidak bisa disamakan antara pendapat istri dan pendapat suami, bagaimana menyikapinya?apakah tetap dicari pendapat *kita* atau tetap jalan dengan pendapat masing2?
Jawab :
Tergantung pendapatnya apa. Rasa-rasanya tidak ada yang tidak bisa dicari titik temunya, jika sudah berkomunikasi dengan produktif. Terus berusaha, sambil memaklumi fitrah suami yang ingin istrinya patuh.
***

11. Teh Atin
Bagaimana cara memperbaiki pola komunikasi anak yg sudah terlanjur salah meng-copy dari kita orang tuanya?
Jawab :
Yang diajarkan bu Septi.. minta maaf pada anak, maafkan diri sendiri, lalu berlatih untuk berubah.
***
12. Teh Farah
1. Komunikasi dgn orang dewasa
Jika komunikasi menjadi tdk efektif, dan berujung kesal, dan lawan bicara tahu saya kesal. Saya lebih memilih diam, dan tidak mau membahasnya sama sekali, karena saya sadar itu kesalahan saya dalam berkomunikasi. Tapi, rata2 lawan bicara saya selalu "memaksa" mengclear.kan apa yang sebenarnya terjadi. Baiknya sikap saya seperti apa?

2. Komunikasi pada anak.
Saya pernah mengikuti kulwap tentang komunikasi pada anak. Kemudian, dalam pembahasannya diuraikan, bahwa ada anak yang memiliki tipe "untung", ada juga yg sebaliknya.
Contohnya begini :
"Klo ade mau es krim, ade harus bereskan dulu mainannya." Tipe untung.

Tipe anak yg sebaliknya.
Ade bereskan mainamnya dlu ya, nanti dapat es krim".

Dan kedua contoh itu ternyata memang beda efeknya, walau imbalannya sama2 es krim.

Lain waktu, saya menangkap kalimat itu seperti contoh d atas itu seperti sebuah "ancaman".
Nah, saya jadi bingung, bagaimana menyikapi anak yg tipe untung tanpa ada bahasa ancaman?

Jawab :
1. Putus jalur emosi, jeda sebentar... Setelah tenang, baru ungkapkan.. Misalnya: "Saya minta maaf, tidak bisa memastikannya saat ini, saya perlu berpikir lagi."

2. Yang saya pahami dari penjelasan Ibu Septi, pada anak menerapkan resiko dan konsekuensi. Bukan stick and carrot. Jadi sepakat dulu dengan anak. Adik mau yaa... belajar makan sendiri. Bunda senang dan bangga kalau adik bisa makan sendiri. Kalau adik makan sendiri selama 7 hari, kita makan es krim bareng yaa.


****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar